Sabtu, 14 Juli 2012

Wahyu & Mu'jizat


.PENDAHULUAN
Akal dan wahyu adalah suatu yang sangat urgen untuk manusia, dialah yang memberikan perbedaan manusia untuk mencapai derajat ketaqwaan kepada sang kholiq, akal pun harus dibina dengan ilmu-ilmu sehingga mnghasilkan budi pekrti yang sangat mulia yang menjadi dasar sumber kehidupan dan juga tujuan dari baginda rasulullah SAW.
Semua aliran juga berpegang kepada wahyu , dalam hal ini yang terdapat pada aliran tersebut adalah hanya perbedaan dalam intrpretasi. Mengenai teks ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits, perbedaan dalam interpretasi inilah, sebenarnya yang menimbulkan aliran-aliran yang berlainan itu tentang akal dan wahyu. Hal ini tak ubahnya sebagai hal yang terdapat dalam bidang hukum Islam atau fiqih.

Setiap rasul dan nabi selalu dibekali dengan mu’jizat yang akan menjadi bukti kebenaran kenabiannya atau kerasulannya, seperti Nabi Isa yang bisa mengobati segala penyakit dan menghidupkan orang yang mati, atau seperti Nabi Sulaiman yang bisa berkomunikasi dengan segala binatang. Unsur luar biasa yang terkandung dalam mu’jizat ini dimaksudkan sebagai dorongan bagi manusia untuk berpikir.[1]
II.RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pengertian dan karakteristik wahyu serta  fungsi wahyu?
2. Bagaimana definisi mukjizat dan sisi kemukjizatan Al-Qur’an?
III.PEMBAHASAN
1. Bagaimana pengertian dan karakteristik wahyu serta  fungsi wahyu?
A.    Pengertian Wahyu secara bahasa kata “wahyu” berarti isyarat yang cepat, surat, tulisan, dan segala sesuatu yang disampaikan kepada orang lain untuk diketahui.[2]
Dalam Alquran, kata wahy (الوحي) , digunakan dalam bentuk الإيحاء dan dipakai dalam berbagai macam pengertian. Di antaranya:
a.      Ilham Fithriah bagi manusia:
Dan Kami wahyukan (berikan ilham) kepada ibu Musa agar ia menyusuinya …[Q.S. Al-Qashash/28: 7].
b.      Instink bagi hewan :
Dan Tuhanmu telah mewahyukan (memberikan instink) kepada lebah, “buatlah sarang-sarang di bukit-bukit dan di pohon-pohon dan di tempat-tempat yang dibuat oleh manusia [Q.S. Al-Nahl/16: 68].
 c .   Isyarat :
Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia wahyukan (memberi isyarat) kepada mereka; hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang [Maryam/19: 11].
 d.   Bisikan/rayuan syeithan :
Dan Demikianlah kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan [Q. S. Al-An’am/6: 112]
Demikian arti kata wahyu menurut penggunaannya dalam Alquran. Sedangkan kata wahy menurut istilah, sebagaimana dikemukakan oleh Muhammad Abduh, ialah “pengetahuan yang didapat seseorang di dalam dirinya serta diyakini bahwa pengetahuan tersebut datangnya dari Allah, baik dengan perantaraan, dengan suara atau tanpa suara, maupun tanpa perantaraan”.[3] Jika definisi ini dipadukan dengan pengertian wahyu menurut bahasa atau yang digunakan oleh Alquran sendiri, maka secara definitif, wahyu dapat diartikan sebagai “Pemberitahuan Tuhan kepada nabi atau rasul-Nya tentang hukum-hukum Tuhan, berita-berita dan cerita-cerita dengan cara yang samar tetapi meyakinkan, bahwa apa yang diterimanya benar-benar dari Tuhan. Pemberitahuan tersebut bersifat ghaib, rahasia dan berlangsung sangat cepat.
Pengertian demikian ini juga digunakan dalam Alquran, antara lain pada arti ayat: Sesungguhnya Kami Telah memberikan wahyu kepadamu (Muhammad) sebagaimana Kami juga telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang sesudahny, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma’il, Ishak, Ya’qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman, dan Kami berikan Zabur kepada Daud [Q. S. Al-Nisa’/4: 163]
Sedangkan proses penyampaiannya yang kadangkala secara langsung dan kadangkala melalui perantara, diungkapkan dalam arti Alquran surat al-Syura/42: 51 sebagai berikut:
” Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir (secara langsung) atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang dia kehendaki. Sesungguhnya dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana [Q.S. Al-Syura/42: 51].
B.     Karakteristik Wahyu
1. Wahyu baik berupa Al-qur’an dan Hadits bersumber dari tuhan, Pribadi nabi Muhammad yang menyampaikan wahyu ini, memainkan peranan yang sangat penting dalam turunnya wahyu.
2. Wahyu merupakan perintah yang berlaku umum atas seluruh umat manusia, tanpa mengenal ruang dan waktu, baik perintah itu disampaikan dalam bentuk umum atau khusus.
3. Wahyu itu adalah nash-nash yang berupa bahasa arab dengan gaya ungkap dan gaya bahasa yang berlaku.
4. Apa yang dibawa oleh wahyu tidak ada yang bertentangan dengan akal, bahkan ia sejalan dengan prinsip-prinsip akal.
5. Wahyu itu merupakan satu kesatuan yang lengkap, tidak terpisah-pisah.
6. Wahyu itu menegakkan hukum menurut kategori perbuatan manusia. baik perintah maupun larangan.
7. Sesungguhnya wahyu yang berupa al-qur’an dan as-sunnah turun secara berangsur-angsur dalam rentang waktu yang cukup panjang.
C.     Macam-macam wahyu
Berkaitan dengan wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad, maka segala sesuatu yang disampaikan beliau kepada umatnya dalam kapasitas beliau sebagai rasul, adalah wahyu. Karena apa yang disampaikannya tidaklah lahir dari keinginan pribadinya, melainkan berupa wahyu yang diterimanya dari Allah. Seperti dalam firman-Nya:
Dan dia (Muhammad) tidak memngucapkan sesuatu yang keluar dari hawa nafsunya, melainkan (apa yang diucapkannya) adalah wahyu yang diwahyukan Tuhan [Al-Najm/53: 3 – 4].
Sungguhpun redaksi ayat ini bersifat umum, mencakup apa saja (ajaran) yang disampaikan atau diucapkan oleh Muhammad, namun dalam realitasnya harus dibatasi pada hal-hal yang bersifat ilahiyah, yang menempatkan Muhammad sebagai utusan Allah.
Ajaran yang disampaikan oleh Nabi Muhammad kepada umatnya dideskripsikan dalam tiga macam bentuk wahyu, yaitu: Alquran, Hadits Qudsi dan Hadits Nabawi. Perbandingan antara ketiga macam wahyu ini dapat ditabulasikan sebagai berikut:
ALQURAN
HADITS QUDSI
HADITS NABAWI
Redaksi bahasa dan mak-nanya dari Allah
Maknanya dari Allah, redaksi bahasanya disusun sendiri oleh Nabi dengan menis-batkannya kepada Allah.
Maknanya dari Allah, sedangkan redaksinya disusun sendiri oleh Nabi tanpa menisbatkan-nya kepada Allah
Keabsahan-nya sebagai
wahyu Allah bersifat mutlaq (قطعيّ الورود)
Keabsahannya sebagai wahyu Allah ada yang
bersifat mutlaq (قطعيّ الورود) dan ada yang relatif (ظنيّ الورود)
Keabsahannya sebagai wahyu Allah ada yang bersifat mutlaq (قطعيّ الورود) dan ada yang tidak mutlaq (ظنيّ الورود)

D.    Fungsi wahyu
Wahyu berfungsi memberi informasi bagi manusia. Bagi aliran kalam tradisional, akal manusia sudah mengetahui empat hal, maka wahyu ini berfungsi memberi konfirmasi tentang apa yang telah dijelaskan oleh akal manusia sebelumnya. Tetapi baik dari aliran Mu’tazilah maupun dari aliran Samarkand tidak berhenti sampai di situ pendapat mereka, mereka menjelaskan bahwa betul akal sampai pada pengetahuan tentang kewajiban berterima kasih kepada tuhan serta mengerjakan kewajiban yang baik dan menghindarkan dari perbuatan yang buruk, namun tidaklah wahyu dalam pandangan mereka tidak perlu. Menurut Mu’tazilah dan Maturidiyah Samarkand wahyu tetaplah perlu.
Wahyu diperlukan untuk memberi tahu manusia, bagaimana cara berterima kasih kepada tuhan, menyempurnakan akal tentang mana yang baik dan yang buruk, serta menjelaskan perincian upah dan hukuman yang akan di terima manusia di akhirat. Sementara itu, bagi bagi aliran kalam tradisional karena memberikan daya yang lemah pada akal fungsi wahyu pada aliran ini adalah sangat besar. Tanpa diberi tahu oleh wahyu manusia tidak mengetahui mana yang baik dan yang buruk, dan tidak mengetahui apa saja yang menjadi kewajibannya.
Selanjutnya wahyu kaum mu’tazilah mempunyai fungsi memberi penjelasan tentang perincian hukuman dan upah yang akan diterima manusia di akhirat. Abu Jabbar berkata akal tak dapat mengetahui bahwa upah untuk suatu perbuatan baik lebih besar dari pada upah yang ditentukan untuk suatu perbuatan baik lain, demikian pula akal tak mengetahui bahwa hkuman untuk suatu perbuatan buruk lebih besar dari hukuman untuk suatu perbuatan buruk yang lain. Semua itu hanya dapat diketahui dengan perantaraan wahyu. Al-Jubbai berkata wahyulah yang menjelaskan perincian hukuman dan upah yang akan diperoleh manusia di akhirat.
Dari uraian di atas dapatlah kiranya disimpulkan bahwa wahyu bagi Mu’tazilah mempunyai fungsi untuk informasi dan konfirmasi, memperkuat apa-apa yang telah diketahui akal dan menerangkan apa-apa yang belum diketahui akal. Dan demikian menyempurnakan pengtahuan yang telah diperoleh akal.
Bagi kaum Asy’ariyah akal hanya dapat mengetahui adanya tuhan saja, wahyu mempunyai kedudukan yang sangat penting. Manusia mengetahui yang baik dan yang buruk, dan mengetahui kewajiban-kewajibannya hanya turunnya wahyu. Dengan demikian sekiranya wahyu tidak ada, manusia tidak akan tahu kewajiban-kewajibannya kepada tuhan, sekiranya syariatnya tidak ada. Al-Ghozali berkata manusia tidak akan ada kewajiban mengenal tuhan dan tidak akan berkewajiban berterima kasih kepadanya atas nikmat-nikmat yang diturunkannya. Demikian juga masalah baik dan buruk kewajiban berbuat baik dan mnghindari perbuatan buruk, diketahui dari perintah dan larangan-larangan tuhan. Al-Baghdadi berkata semuanya itu hanya bisa diketahui menurut wahyu, sekiranya tidak ada wahyu tak ada kewajiban dan larangan terhadap manusia.
Jelas bahwa dalam aliran Asy’ariyah wahyu mempunyai fungsi yang banyak sekali, wahyu yang menentukan segala hal, sekiranya wahyu tak ada manusia akan bebas berbuat apa saja, yang dikehendakinya, dan sebagai akibatnya manusia akan berada dalam kekacauan. Wahyu perlu untuk mengatur masyarakat, dan demikianlah pendapat kaum Asy’ariyah. Al-Dawwani berkata salah satu fungsi wahyu adalah memberi tuntunan kepada manusia untuk mengatur hidupnya di dunia. Oleh karena itu pengiriman para rosul-rosul dalam teologi Asy’ariyah seharusnya suatu keharusan dan bukan hanya hal yang boleh terjadi sebagaimana hal dijelaskan oleh Imam Al-Ghozali di dalam al-syahrastani.
Adapun aliran Maturidiyah bagi cabang Samarkand mempunyai fungsi yang kurang sependapat tentang wahyu tersebut, tetapi pada aliran Maturidiyah Bukhara adalah penting, bagi Maturidiyah Samarkand perlu hanya untuk mengetahui kewajiban tentang baik dan buruk, sedangkan bagi Maturidiyah Bukhara wahyu perlu untuk mengetahui kwajiban-kewajiban manusia. Oleh Karena itu di dalam system teologi yang memberikan daya terbesar adalah akal dan fungsi terkecil kepada wahyu, manusia dipandang mempunyai kekuasaan dan kemerdekaan. tetapi di dalam system teologi lain yang memberikan daya terkecil pada akal dan fungsi terbesar pada wahyu. Manusia dipandang lemah dan tak merdeka.
Tegasnya manusia dalam pandangan aliran Mu’tazilah adalah berkuasa dan merdeka sedangkan dalam aliran Asy’ariyah manusia lemah dan jauh dari merdeka.
Di dalam aliran maturidiyah manusia mempunyai kedudukan menengah di antara manusia dalam pandangan aliran Mu’tazilah, juga dalam pandangan Asy’ariyah. Dan dalam pandangan cabang Samarkand manusia lebih berkuasa dan merdeka dari pada manusia dalam pandangan cabang Bukhara. Dalam teologi Maturidiyah Samarkand, yang juga memberikan kedudukan yang tinggi pada akal, tetapi tidak begitu tinggi dibandingkan pendapat Mu’tazilah, wahyu juga mempunyai fungsi relatif banyak tetapi tidak sebanyak pada teologi Asy’ariyah dan maturidiyah Bukhara.
2. Bagaimana definisi mukjizat dan sisi kemukjizatan Al-Qur’an?
A.     Definisi Mu’jizat.
Mu’jizat secara etimologi berarti melemahkan, sedangkan menurut terminologi ialah sesuatu yang diperlihatkan allah melalui para nabi dan rasul-Nya sebagai bukti atas kebenaran pengakuan kenabian dan kerasulan. Umumnya mu’jizat para nabi dan rasul itu bermasalah yang di anggap mempunyai nilai tinggi dan di akui sebagai suatu keunggulan oleh masing-masing umat pada masa itu. Misalnya zaman nabi Muhammad SAW adalah zaman keemasan kesasteraan Arab, maka mu’jizat utamanya adalah Al-Qur’an, kitab suci yang ayat-ayatnya mengandung nilai sastra yang amat tinggi sehingga tidak ada seorang pun  dapat membuat serupa Al-Qur’an seperti yang berulang-ulang ditantang oleh Al-Qu’an. Jika kita berkata mu’jiazat Al-Qur’an maka ini berarti bahwa mu’jizat (bukti kebenaran) tersebut adalah mu’jizat yang dimiliki atau terdapat didalam Al-Qur’an.[4]
Al-Qur’an sendiri biasa didefinisikan sebagai firman-firman Allah yang disampaikan oleh Malaikat Jibril sesuai redaksinya kepada Nabi Muhammad Saw dan diterima oleh umat islam secara Tawatur.[5]
B.     Syarat-syarat Mu’jizat
a.       Mu’jizat adalah sesuatu yang tidak sanggup dilakukan siapapun selain Allah, Tuhan semesta alam.
b.      Tidak sesuai dengan kebiasaan dan berlawanan dengan alam.
c.       Mu’jizat harus berupa hal yang dijadikan saksi oleh seseorang yang mengaku membawa risalahillahi sebagai bukti atas kebenaran pengakuannya.
d.      Terjadi bertepatan dengan pengakuan Nabi yang mengajak bertanding menggunakan mu’jizat tersebut.
e.       Tidak ada seorang pun yang dapat membuktikan dan membandingkan dalam pertandingan tersebut.

C.     Segi-segi Kemu’jizatan Al-Qur’an
a.       Susunan yang indah, berbeda dengan setiap susunan yang ada dalam bahasa orang-orang Arab
b.      Adanya uslub yang aneh, berbeda dengan semua uslub-uslub bahasa Arab.
c.       Sifat agung, yang tidak mungkin lagi seorang makhluk untuk mendatangkan hal yang seperti itu.
d.      Bentuk undang-undang yang detail lagi sempurna yang melebihi setiap undang-undang buatan manusia.
e.       Mengabarkan hal-hal ghaib yang tidak bias diketahui kecuali dengan wahyu.
f.       Tidak bertentangan dengan pengetahuan-pengetahuan umum yang dipastikan kebenarannya.
g.      Menepati janji dan ancaman yang dikabarkan Al-Qur’an.
h.      Adanya ilmu-ilmu pengetahuan yang terkandung didalamnya (ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum).
i.        Memenuhi kebutuhan manusia.
j.        Berpengaruh kepada hati pengikut dan musuh.
Termasuk kesulitan seseorang ialah menundukkan seluruh kata dalam suatu bahasa, untuk setiap makna dan imajinasi yang digambarkan. Sementara Al-Qur’an tidak berbicara dengan sebuah kata kecuali sejalan dengan makna yang dikehendaki dan pada tingkat kedalaman paling tinggi. Ketika merenungkan sebuah ayat yang akan menjelaskan cara menciptakan alam, misalnya dengan dasar sistem yang teratur dan peraturan yang tidak bertentangan satu sama lain dan tidak rusak, maka ayat tersebut menjelaskan makna tersebut dengan fenomena gerak yang dapat dirasakan.
Al-Qur’an al-Karim dalam uslubnya yang menakjubkan mempunyai beberapa keistimewaan, diantaranya:
a.       Kelembutan Al-Qur’an secara lafdziah yang terdapat dalam susunan suara dan keindahan bahasanya.
b.      Keserasian Al-Qur’an baik untuk awam maupun cendekiawan.
c.       Sesuai dengan akal dan perasaan, dimana Al-Qur’an memberikan doktrin pada akal dan hati.
d.      Keindahan sajian Al-Qur’an serta susunan bahasanya, seolah-olah merupakan suatu bingkai yang dapat memukau akal dan memusatkan tanggapan serta perhatian.
e.       Keindahan dalam liku-liku ucapan atau kalimat serta beraneka ragam dalam bentuknya.
f.       Al-Qur’an mencakup dan memenuhi persyaratan antara bentuk global (ijmali) dan bentuk terperinci (tafshil).
g.      Al-Qur’an merupakan suatu mu’jizat yang terbesar dan kekal.[6]   
D.    Macam-Macam Mu’jizat
Mu’jizat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1.      Mu’jizat hissi, ialah mu’jizat yang dapat dilihat, didengar, dicium, dirasa, dan diraba oleh panca indera. Ia sengaja ditunjukkan kepada manusia yang tidak mampu menggunakan akal pikiran dan kecerdasannya untuk menangkap keluar biasaan Allah.
2.      Mu’jizat maknawi ialah mu’jizat yang tidak dapat dicapai dengan kekuasaan panca indera semata, tetapi harus dicapai dengan kekuasaan dan kecerdasan akal pikiran.[7]
E.     Tujuan dan Fungsi Mu’jizat Al-Qur’an
1.      Tujuan
a.       Untuk membuktikan kerasulan Nabi Muhammad SAW.
b.      Untuk membuktikan bahwa kitab suci Al-Qur’an benar-benar wahyu dari Allah.
c.       Untuk menunjukkan balagah bahasa manusia.
d.      Untuk menunjukkan kelemahan daya upaya dan rekayasa manusia.
2.      Fungsi
a.       Mu’jizat bagi rasulullah
b.      Pedoman bagi setiap muslim
c.       Korektor dan penyempurna dari kitab-kitab Allah yang sebelumnya.[8]

IV. KESIMPULAN
            Wahyu dan mukjizat merupakan hal yang luar biasa  dalam agama islam, karena dari kedua aspek inilah kita dapat mellihat kebesaran Alloh SWT. Wahyu memiliki pengertian pesan dari Alloh kepada hambanya yang dipilihNya, sedangkan Mukjizat adalah suatu hal yang luar biasa yang diberikan kepada ciptaan pilihanNya.


[1] Al-baqilay, Muhammad abu bakar,kairo:dar al-maarif
[2] Prof.Dr.M. QAurais Shihab, sejarah dan lumul quran, Pustaka Firdaus, Jakarta,2000 hal 48
[3] Ibid: 101
[4] Prof. Dr. H. Said Agil Husin Almunawar M.A. al-Qur’an, Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki. Ciputat Pres. 2005 hlm. 30-31
[5] Quraish Shihab. Tafsir Hikmah
[6] Op.cit. hlm. 31-37
[7] Drs. Muhammad Chirizin,M.Ag.Al-Quran dan Ulumul Quran,Dana Bakti Primayasa,1998
[8] D rs. H. Ahmad Syadali, M.A., Ulumul Qur’an II,  Pustaka Setia, Bandung.1997,hlm 9 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar