Kamis, 05 Juli 2012

INTERNALISASI AJARAN ISLAM TERHADAP BUDAYA TEDAK SITEN DI JAWA


A.  Pendahuluan.
Dewasa ini kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh hanya sekedar lambang kesholihan saja bagi umatnya atau hanya berhenti sekedar disampaikan dalam khutbah saja. Kita sebagai umat islam yang berintelektual harus sanggup memecahkan segala permasalahan yang terjadi dikehidupan masyarakat .
Dalam memecahkan suatu persoalan pendekatan agama sangat diperlukan, karena melalui pendekatan tersebut kehadiran agama secara fungsional dapat dirasakan oleh penganutnya. Sebaliknya tanpa mengetahui berbagai  pendekatan  tersebut, maka tidak mustahil agama nantinya sulit untuk dipahami oleh masyarakat, tidak fungsional dan pada akhirnya masyarakat mencari pemecahan masalah selain agama dan ini tidak boleh terjadi.
Dimana salah satu pendekatan tersebut adalah pendekatan antropologis, Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.[1] Pendekatan antropologis ini sangat cocok dengan kondisi masyarakat kita pada saat ini, dimana dalam suatu daerah tertentu, masyarakat tersebut masih kental akan budaya dan tradisi nenek moyang, walaupun tradisi tersebut jauh dari ajaran agama islam.
Oleh karena itu dalam paper ini penulis akan menguraikan bagaimana kebudayaan tersebut berinternalisasi dengan agama islam, tentu saja dalam pengamatan tersebut penulis mengggunakan pendekatan antropologis.
B.  Permasalahan.
1.      Bagaimana pola internalisasi ajaran islam pada praktik tedak siten di Jawa?
C.   Pembahasan.
1)      Pola internalisasi ajaran islam pada praktik tedak siten di Jawa
Tedak Siten adalah suatu upacara dalam tradisi budaya jawa yang dilakukan ketika anak pertama belajar berjalan dan upacara ini dilaksanakan pada anak berusia sekitar tujuh atau delapan bulan, tedak siten sendiri berasal dari kata tedak yang berarti menapakkan kaki atau langkah dan siten yang berasal dari kata siti yang berarti tanah atau lemah. Maka, tedak siten adalah turun ke tanah atau mudhun lemah. Ritual ini menggambarkan kesiapan seorang anak untuk menghadapi kehidupan.
Biasanya kesempatan bahagia ini harus diselenggarakan pada pagi hari dibagian depan dari pekarangan rumah. Sejumlah perlengkapan yang harus disiapkan dalam ritual ini adalah jadah tujuh warna, jadah merupakan makanan yang terbuat dari beras ketan yang dicampur dengan parutan kelapa muda dengan ditambahi garam agar rasanya gurih. Warna jadah tujuh rupa itu yaitu warna merah, putih, hitam, kuning, biru, jingga dan ungu. Jadah tujuh warna ini disusun dari warna yang gelap ke warna yang terang. Selain jadah tujuh warna yang harus disiapkan adalah tumpeng, kurungan ayam dan tangga yang terbuat dari tebu, pemilik hajatan juga harus menyiapkan uang koin dan bubur cocoh. Tumpeng merupakan nasi yang dibentuk seperti kerucut yang disajikan dengan urap sayur (hidangan yang terbuat dari sayur kacang panjang, kangkung dan kecambah yang diberi bumbu kelapa yang telah dikukus atau disangrai) dan ikung ayam. Sedangkan kurungan ayam tersebut dihiasi janur dan kertas warna-warni, kurungan ayam ini isinya bukan ayam tetapi seorang anak.
Prosesi ini diawali dengan membimbing anak menapaki jadah tujuh warna yang telah disusun berdasarkan warna gelap ke terang, kemudian si anak diarahkan untuk menaiki tangga yang terbuat dari tebu arjuna, selanjutnya si anak dimasukkan dalam kurungan ayam yang telah dihiasi dan didalamnya terdapat cincin, alat tulis, kapas, tasbih, uang, kitab dan lain sebagainya (ini sesuai dengan perkembangan zaman, mungkin untuk zaman sekarang bisa dimasukkan barang-barang IT{Hp, notebook, PDA dan lain sebagainnya}). Kemudian si anak disuruh mengambil salah satu barang tersebut, barang yang dipilih si anak merupakan gambaran dari kegemaran dan juga pekerjaan yang diminati kelak ketika dewasa. Prosesi selanjutnya yaitu sebar beras kuning yang telah dicampur dengan uang logam / koin  untuk di perebutkan masyarakat. Prosesi ini menggambarkan agar si anak kelak menjadi anak yang dermawan dalam lingkungannya. Sebelum menapaki jadah tujuh warna si anak terlebih dahulu dimandikan dengan air kembang  setaman lalu memakai pakaian yang baru. Tujuannya yaitu agar si anak tetap sehat, membawa nama harum bagi keluarga, punya kehidupan yang layak, makmur dan berguna bagi lingkungan.
Upacara ini mewujudkan rasa syukur kepada Tuhan, karena pada usia ini si anak akan mulai mengenal alam disekitarnya dan mulai belajar berjalan. Tedak siten atau mudun lemah merupakan upacara yang dilakukan sebagai peringatan bagi manusia akan pentingnya makna hidup diatas bumi yang mempunyai relasi, yaitu relasi antara manusia dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan dengan lingkungan alam. Artinya upacara tedak siten merupakan suatu upacara yang mengandung harapan orang tua terhadap anaknya agar si anak nantinya menjadi orang yang berguna dan kelak si anak siap dan sukses menapaki kehidupan yang penuh rintangan dan hambatan dengan bimbingan orang tuannya. Ritual ini sekaligus sebagai wujud penghormatan terhadap siti (bumi) yang memberi banyak hal dalam kehidupan manusia.

·         Makna-makna yang terkandung dalam symbol-simbol tradisi Tedak Siten
Makna yang terkandung dalam jadah tujuh warna merupakan symbol kehidupan yang akan dilalui oleh si anak, mulai dia menapakkan kakinya pertama kali di bumi ini sampai dia dewasa, sedangkan warna-warna tersebut merupakan gambaran dalam kehidupan si anak akan menghadapi banyak pilihan dan rintangan yang harus dilaluinya. Jadah tujuh warna disusun mulai dari yang gelap ke terang, hal ini menggambarkan bahwa masalah yang dihadapi si anak mulai dari yang berat sampai yang ringan, maksudnya seberat apapun masalahnya pasti ada titik terangnya yang disitu terdapat penyelesaiannya.
Tumpeng melambangkan permohonan orang tua kepada sang Maha Pencipta agar si anak kelak menjadi anak yang berguna, sayur kacang panjang bermakna symbol umur agar si anak berumur panjang, sayur kangkung bermakna dimanapun si anak hidup dia mampu tumbuh dan berkembang, sayur kecambah merupakan symbol kesuburan dan ayam mengartikan kelak si anak dapat hidup mandiri.
Kurungan ayam yang dihiasi mempunyai makna di dunia nyata si anak akan di hadapkan dengan berbagai macam pilihan pekerjaan. Sedangkan tangga yang terbuat dari tebu jenis arjuna menyiratkan harapan agar si anak mampu berjuang layaknya sang Arjuna yang terkenal dengan tanggung jawabya dan sifat perjuangannya. Dalam adat Jawa tebu kependekan dari antebing kalbu yang bermakna agar si anak dalam menjalani kehidupan ini dengan tekad yang kuat dan hati yang mantap.
·         Nilai-nilai yang terkandung dalam upacara Tedak Siten
Dalam upacara tedak siten, manusia mempunyai tahap perkembangan diri. Yang pertama, tahap bayi yang sangat tergantung terhadap ibu dan orang lain, bisanya hanya meminta. Tahap kedua adalah anak muda yang mandiri, bisa melakukan sendiri. Awal dari tahap kedua ini dimulai ketika si anak mulai belajar berjalan, sehingga apabila menginginkan sesuatu seorang anak sudah bisa mengambil sendiri tanpa meminta pertolongan orang lain . Pada saat berjalan kaki anak menapakkan langsung ke bumi, tidak lagi dalam gendongan seorang ibu. Kita hidup mati berada di bumi, makan minum, rumah, kendaraan semua berasal dari bumi, maka kita perlu menghormati bumi. Tahap ketiga adalah seorang yang dewasa, yang sudah sadar walau mandiri tetapi tidak egois dan sadar bahwa seseorang tidak bisa hidup sendiri.
Bayi lahir dengan naluri awal, naluri dasar, untuk makan. Apa saja yang dipegangnya akan dimasukkan ke dalam mulut. Berlainan dengan kesadaran seorang manusia yang terus berkembang, kesadaran hewan tidak berkembang. Pada waktu anak berusia delapan bulan, insting naluri genetiknya masih ada, tetapi dalam perkembangan diri selanjutnya, insting bawaan akan terdorong ke dalam bawah sadar, tertutup oleh kegiatan-kegiatan baru. Pada saat anak berusia delapan bulan tersebut, potensi anak dapat diketahui.
Pada dasarnya kita hidup di dunia, terkurung, terbelenggu oleh dunia. Dalam tedak siten, dapat dilihat anak yang sebenarnya tidak senang dimasukkan ke dalam kurungan dan menangis minta tolong pada ibunya. Manusia yang sadar pun ingin kembali kepada Sang Pencipta. Bagi penganut spiritual, baik harta, tahta maupun ilmu pengetahuan adalah modal awal untuk membebaskan diri dari belenggu dunia.  
Islam memandang upacara tedak siten sebagai rasa syukur kepada Allah karena pada usia ini anak mulai mengenal alamnya dan belajar berjalan. Rasa syukur ini mereka gambarkan dalam tradisi tedak siten ini. Bahwa sesungguhnya manusia tidak bisa hidup sendiri, oleh karena itu mengapa manusia disebut sebagai makhluk sosial. Bahwa nantinya seorang anak tidak bisa hidup sendiri pasti membutuhkan bantuan orang lain.
D.    Analisis.
Indonesia kaya akan tradisi dan budaya, tetapi karena pengaruh dari budaya barat dan perkembangan teknologi yang semakin pesat. Tradisi dan budaya yang dulunya sangat melekat di hati masyarakat mulai terkikis. Contohnya upacara tedak siten yang berada di Jawa. Di zaman sekarang ini jarang kita temui orang tua yang mau mengadakan upacara tedak siten ini. Jika kita lihat hanya 10 dari 100 orang saja yang masih melakukan upacara tedak siten ini. Hal ini bisa saja dikarenakan karena adanya interpretasi nilai yang ada di tengah masyarakat. Bahwa sesungguhnya upacara tedak siten ini adalah ungkapan rasa syukur kepada Tuhan karena pada usia delapn bulan anak mulai mengenal alam di sekitarnya dan mulai belajar berjalan, menurut pandangan beberapa orang rasa syukur tidak harus dilakukan dengan cara seperti ini, tetapi masih banyak cara yang bisa dilakukan, seperti: zakat, shadaqoh, infak atau hanya berdoa atau bisa juga membantu orang-orang yang tidak mampu atau anak yatim.
Islam adalah agama yang damai, tidak ada paksaan dalam agama islam. Upacara tedak siten sudah ada sejak zaman hindu budha, zaman animisme dinamisme. Dalam penyebaran agama islam para wali tidak menghancurkan/menghilangkan/mengganti suatu kebudayaan maupun tradisi yang ada meskipun tradisi tersebut jauh dari ajaran agama islam, tetapi para wali memasukkan nilai-nilai agama islam dalam budaya ataupun tradisi tersebut . sehingga agama islam mudah diterima oleh masyarakat. Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama tampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberi jawabanya. [2]  oleh karena itu pendekatan ini sangatlah dibutuhkan, dimana dalam menyebarkan agama islam kita harus bisa melihat kebudayaan yang ada dalam suatu masyarakat tersebut. Karena sesungguhnya kebudayaan itu tidak mudah untuk dihilangkan dalam diri seseorang.
Pendekatan antropologi melihat dari praktik ritualitas yang terjadi dalam suatu masyarakat. Yang kemudian akan menghasilkan nilai-nilai, norma serta etika dalam masyarakat. Dalam upacara tedak siten yang sarat akan symbol-simbolnya. Dimana symbol-simbol tersebut mempunyai makna tersendiri dalam budaya jawa. Islam menghormati akan symbol-simbol tersebut, tetapi islam memaknai symbol tersebut tidak dengan sebagaimana  budaya jawa memaknai symbol tersebut akan tetapi dengan nilai-nilai ajaran islam sendiri. Contoh  jadah yang berarti jujur, adil, disiplin, amanah dan hormati. Atau bentuk tumpeng yang membentuk segitiga dimaknai sebagai peak experience (pengalaman puncak). Dengan pemaknaan baru seperti ini bisa jadi tradisi tedak siten ini akan terus ada, tedak siten yang diciptakan dari ajaran agama islam bukan dari warisan budaya hindu budha.
Jadi, sebagai seorang muslim yang berintelektual sudah seharusnya kita bisa menjaga kebudayaan dan tradisi yang telah ada, apalagi kita sebagai orang jawa yang sangat lekat sekali dengan budaya maupun tradisi, tentu saja dengan pemaknaan yang sesuai dengan ajaran islam tidak dengan pemaknaan pada masyarakat jawa pada umumya. Untuk itu bagaimana kita memberikan pemahaman kepada masyarakat dan sekaligus mengubah pola pikir mereka tentang tradisi tersebut, dengan memberikan atribut keislaman pada upacara tedak siten tentunya akan membantu untuk mengubah pola pikir masyarakat jawa pada umumya.
E.     Kesimpulan.
Upacara tedak siten akan tetap ada manakala masyarakat peduli akan budaya dan tradisi yang ada. Selain itu dengan menanamkan antribut keislaman pada upacara tedak siten, budaya ini akan tetap ada karena adanya pola pikir did ala masyrakat tersebut.
Islam tidak menghilangkan atau mengubah kebudayaan tetapi islam masuk dalam budaya dan tradisi tersebut, oleh sebab ini mengapa agama islam bisa mudah diterima oleh masyarakat.
F.      Penutup.
Demikianlah paper yang dapat penulis buat, apabila ada kesalahan dalam penulisan penulis meminta maaf. Kritik dan saran sangatlah penulis butuhkan, untuk perbaikan penulisan paper selanjutnya. Semoga paper yang penulis buat dapat bermanfaat bagi kita semua, amien


[1] Metodelogi studi islam oleh Abuddin Nata.
[2] Ibid. hal 35

1 komentar: