A. Pendahuluan.
Dewasa ini kehadiran
agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif dalam memecahkan
berbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh hanya sekedar lambang
kesholihan saja bagi umatnya atau hanya berhenti sekedar disampaikan dalam
khutbah saja. Kita sebagai umat islam yang berintelektual harus sanggup
memecahkan segala permasalahan yang terjadi dikehidupan masyarakat .
Dalam memecahkan suatu
persoalan pendekatan agama sangat diperlukan, karena melalui pendekatan
tersebut kehadiran agama secara fungsional dapat dirasakan oleh penganutnya.
Sebaliknya tanpa mengetahui berbagai
pendekatan tersebut, maka tidak
mustahil agama nantinya sulit untuk dipahami oleh masyarakat, tidak fungsional
dan pada akhirnya masyarakat mencari pemecahan masalah selain agama dan ini
tidak boleh terjadi.
Dimana salah satu
pendekatan tersebut adalah pendekatan antropologis, Pendekatan antropologis
dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama
dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat.[1]
Pendekatan antropologis ini sangat cocok dengan kondisi masyarakat kita pada
saat ini, dimana dalam suatu daerah tertentu, masyarakat tersebut masih kental
akan budaya dan tradisi nenek moyang, walaupun tradisi tersebut jauh dari
ajaran agama islam.
Oleh karena itu dalam
paper ini penulis akan menguraikan bagaimana kebudayaan tersebut
berinternalisasi dengan agama islam, tentu saja dalam pengamatan tersebut
penulis mengggunakan pendekatan antropologis.
B. Permasalahan.
1.
Bagaimana pola internalisasi
ajaran islam pada praktik tedak siten di Jawa?
C. Pembahasan.
1)
Pola internalisasi ajaran islam
pada praktik tedak siten di Jawa
Tedak Siten adalah suatu
upacara dalam tradisi budaya jawa yang dilakukan ketika anak pertama belajar
berjalan dan upacara ini dilaksanakan pada anak berusia sekitar tujuh atau
delapan bulan, tedak siten sendiri berasal dari kata tedak yang berarti
menapakkan kaki atau langkah dan siten yang berasal dari kata siti yang
berarti tanah atau lemah. Maka, tedak siten adalah turun ke tanah atau mudhun
lemah. Ritual ini menggambarkan kesiapan seorang anak untuk menghadapi
kehidupan.
Biasanya kesempatan
bahagia ini harus diselenggarakan pada pagi hari dibagian depan dari pekarangan
rumah. Sejumlah perlengkapan yang harus disiapkan dalam ritual ini adalah jadah
tujuh warna, jadah merupakan makanan yang terbuat dari beras ketan yang
dicampur dengan parutan kelapa muda dengan ditambahi garam agar rasanya gurih.
Warna jadah tujuh rupa itu yaitu warna merah, putih, hitam, kuning, biru,
jingga dan ungu. Jadah tujuh warna ini disusun dari warna yang gelap ke warna
yang terang. Selain jadah tujuh warna yang harus disiapkan adalah tumpeng,
kurungan ayam dan tangga yang terbuat dari tebu, pemilik hajatan juga harus
menyiapkan uang koin dan bubur cocoh. Tumpeng merupakan nasi yang dibentuk seperti
kerucut yang disajikan dengan urap sayur (hidangan yang terbuat dari sayur
kacang panjang, kangkung dan kecambah yang diberi bumbu kelapa yang telah
dikukus atau disangrai) dan ikung ayam. Sedangkan kurungan ayam tersebut
dihiasi janur dan kertas warna-warni, kurungan ayam ini isinya bukan ayam
tetapi seorang anak.
Prosesi ini diawali dengan
membimbing anak menapaki jadah tujuh warna yang telah disusun berdasarkan warna
gelap ke terang, kemudian si anak diarahkan untuk menaiki tangga yang terbuat
dari tebu arjuna, selanjutnya si anak dimasukkan dalam kurungan ayam yang telah
dihiasi dan didalamnya terdapat cincin, alat tulis, kapas, tasbih, uang, kitab
dan lain sebagainya (ini sesuai dengan perkembangan zaman, mungkin untuk zaman
sekarang bisa dimasukkan barang-barang IT{Hp, notebook, PDA dan lain
sebagainnya}). Kemudian si anak disuruh mengambil salah satu barang tersebut,
barang yang dipilih si anak merupakan gambaran dari kegemaran dan juga
pekerjaan yang diminati kelak ketika dewasa. Prosesi selanjutnya yaitu sebar
beras kuning yang telah dicampur dengan uang logam / koin untuk di perebutkan masyarakat. Prosesi ini
menggambarkan agar si anak kelak menjadi anak yang dermawan dalam
lingkungannya. Sebelum menapaki jadah tujuh warna si anak terlebih dahulu
dimandikan dengan air kembang setaman
lalu memakai pakaian yang baru. Tujuannya yaitu agar si anak tetap sehat,
membawa nama harum bagi keluarga, punya kehidupan yang layak, makmur dan
berguna bagi lingkungan.
Upacara ini mewujudkan
rasa syukur kepada Tuhan, karena pada usia ini si anak akan mulai mengenal alam
disekitarnya dan mulai belajar berjalan. Tedak siten atau mudun lemah merupakan
upacara yang dilakukan sebagai peringatan bagi manusia akan pentingnya makna
hidup diatas bumi yang mempunyai relasi, yaitu relasi antara manusia dengan
Tuhan, dengan sesama manusia dan dengan lingkungan alam. Artinya upacara tedak
siten merupakan suatu upacara yang mengandung harapan orang tua terhadap
anaknya agar si anak nantinya menjadi orang yang berguna dan kelak si anak siap
dan sukses menapaki kehidupan yang penuh rintangan dan hambatan dengan bimbingan
orang tuannya. Ritual ini sekaligus sebagai wujud penghormatan terhadap siti
(bumi) yang memberi banyak hal dalam kehidupan manusia.
·
Makna-makna yang terkandung
dalam symbol-simbol tradisi Tedak Siten
Makna yang terkandung
dalam jadah tujuh warna merupakan symbol kehidupan yang akan dilalui oleh si
anak, mulai dia menapakkan kakinya pertama kali di bumi ini sampai dia dewasa,
sedangkan warna-warna tersebut merupakan gambaran dalam kehidupan si anak akan
menghadapi banyak pilihan dan rintangan yang harus dilaluinya. Jadah tujuh
warna disusun mulai dari yang gelap ke terang, hal ini menggambarkan bahwa
masalah yang dihadapi si anak mulai dari yang berat sampai yang ringan,
maksudnya seberat apapun masalahnya pasti ada titik terangnya yang disitu terdapat
penyelesaiannya.
Tumpeng melambangkan
permohonan orang tua kepada sang Maha Pencipta agar si anak kelak menjadi anak
yang berguna, sayur kacang panjang bermakna symbol umur agar si anak berumur
panjang, sayur kangkung bermakna dimanapun si anak hidup dia mampu tumbuh dan
berkembang, sayur kecambah merupakan symbol kesuburan dan ayam mengartikan
kelak si anak dapat hidup mandiri.
Kurungan ayam yang
dihiasi mempunyai makna di dunia nyata si anak akan di hadapkan dengan berbagai
macam pilihan pekerjaan. Sedangkan tangga yang terbuat dari tebu jenis arjuna
menyiratkan harapan agar si anak mampu berjuang layaknya sang Arjuna yang
terkenal dengan tanggung jawabya dan sifat perjuangannya. Dalam adat Jawa tebu kependekan
dari antebing kalbu yang bermakna agar si anak dalam menjalani kehidupan ini
dengan tekad yang kuat dan hati yang mantap.
·
Nilai-nilai yang terkandung
dalam upacara Tedak Siten
Dalam upacara tedak
siten, manusia mempunyai tahap perkembangan diri. Yang pertama, tahap bayi yang
sangat tergantung terhadap ibu dan orang lain, bisanya hanya meminta. Tahap
kedua adalah anak muda yang mandiri, bisa melakukan sendiri. Awal dari tahap
kedua ini dimulai ketika si anak mulai belajar berjalan, sehingga apabila
menginginkan sesuatu seorang anak sudah bisa mengambil sendiri tanpa meminta
pertolongan orang lain . Pada saat berjalan kaki anak menapakkan langsung ke
bumi, tidak lagi dalam gendongan seorang ibu. Kita hidup mati berada di bumi,
makan minum, rumah, kendaraan semua berasal dari bumi, maka kita perlu
menghormati bumi. Tahap ketiga adalah seorang yang dewasa, yang sudah sadar
walau mandiri tetapi tidak egois dan sadar bahwa seseorang tidak bisa hidup
sendiri.
Bayi lahir dengan naluri
awal, naluri dasar, untuk makan. Apa saja yang dipegangnya akan dimasukkan ke
dalam mulut. Berlainan dengan kesadaran seorang manusia yang terus berkembang,
kesadaran hewan tidak berkembang. Pada waktu anak berusia delapan bulan,
insting naluri genetiknya masih ada, tetapi dalam perkembangan diri
selanjutnya, insting bawaan akan terdorong ke dalam bawah sadar, tertutup oleh
kegiatan-kegiatan baru. Pada saat anak berusia delapan bulan tersebut, potensi
anak dapat diketahui.
Pada dasarnya kita hidup
di dunia, terkurung, terbelenggu oleh dunia. Dalam tedak siten, dapat dilihat
anak yang sebenarnya tidak senang dimasukkan ke dalam kurungan dan menangis
minta tolong pada ibunya. Manusia yang sadar pun ingin kembali kepada Sang
Pencipta. Bagi penganut spiritual, baik harta, tahta maupun ilmu pengetahuan
adalah modal awal untuk membebaskan diri dari belenggu dunia.
Islam memandang upacara
tedak siten sebagai rasa syukur kepada Allah karena pada usia ini anak mulai
mengenal alamnya dan belajar berjalan. Rasa syukur ini mereka gambarkan dalam
tradisi tedak siten ini. Bahwa sesungguhnya manusia tidak bisa hidup sendiri,
oleh karena itu mengapa manusia disebut sebagai makhluk sosial. Bahwa nantinya
seorang anak tidak bisa hidup sendiri pasti membutuhkan bantuan orang lain.
D.
Analisis.
Indonesia kaya akan
tradisi dan budaya, tetapi karena pengaruh dari budaya barat dan perkembangan
teknologi yang semakin pesat. Tradisi dan budaya yang dulunya sangat melekat di
hati masyarakat mulai terkikis. Contohnya upacara tedak siten yang berada di
Jawa. Di zaman sekarang ini jarang kita temui orang tua yang mau mengadakan
upacara tedak siten ini. Jika kita lihat hanya 10 dari 100 orang saja yang
masih melakukan upacara tedak siten ini. Hal ini bisa saja dikarenakan karena
adanya interpretasi nilai yang ada di tengah masyarakat. Bahwa sesungguhnya
upacara tedak siten ini adalah ungkapan rasa syukur kepada Tuhan karena pada
usia delapn bulan anak mulai mengenal alam di sekitarnya dan mulai belajar
berjalan, menurut pandangan beberapa orang rasa syukur tidak harus dilakukan dengan
cara seperti ini, tetapi masih banyak cara yang bisa dilakukan, seperti: zakat,
shadaqoh, infak atau hanya berdoa atau bisa juga membantu orang-orang yang
tidak mampu atau anak yatim.
Islam adalah agama yang
damai, tidak ada paksaan dalam agama islam. Upacara tedak siten sudah ada sejak
zaman hindu budha, zaman animisme dinamisme. Dalam penyebaran agama islam para
wali tidak menghancurkan/menghilangkan/mengganti suatu kebudayaan maupun
tradisi yang ada meskipun tradisi tersebut jauh dari ajaran agama islam, tetapi
para wali memasukkan nilai-nilai agama islam dalam budaya ataupun tradisi
tersebut . sehingga agama islam mudah diterima oleh masyarakat. Pendekatan
antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya
memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama tampak akrab dan
dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan
memberi jawabanya. [2] oleh karena itu pendekatan ini sangatlah
dibutuhkan, dimana dalam menyebarkan agama islam kita harus bisa melihat
kebudayaan yang ada dalam suatu masyarakat tersebut. Karena sesungguhnya
kebudayaan itu tidak mudah untuk dihilangkan dalam diri seseorang.
Pendekatan antropologi
melihat dari praktik ritualitas yang terjadi dalam suatu masyarakat. Yang
kemudian akan menghasilkan nilai-nilai, norma serta etika dalam masyarakat.
Dalam upacara tedak siten yang sarat akan symbol-simbolnya. Dimana
symbol-simbol tersebut mempunyai makna tersendiri dalam budaya jawa. Islam menghormati
akan symbol-simbol tersebut, tetapi islam memaknai symbol tersebut tidak dengan
sebagaimana budaya jawa memaknai symbol
tersebut akan tetapi dengan nilai-nilai ajaran islam sendiri. Contoh jadah yang berarti jujur, adil, disiplin,
amanah dan hormati. Atau bentuk tumpeng yang membentuk segitiga dimaknai
sebagai peak experience (pengalaman puncak). Dengan pemaknaan baru seperti ini
bisa jadi tradisi tedak siten ini akan terus ada, tedak siten yang diciptakan
dari ajaran agama islam bukan dari warisan budaya hindu budha.
Jadi, sebagai seorang
muslim yang berintelektual sudah seharusnya kita bisa menjaga kebudayaan dan
tradisi yang telah ada, apalagi kita sebagai orang jawa yang sangat lekat
sekali dengan budaya maupun tradisi, tentu saja dengan pemaknaan yang sesuai
dengan ajaran islam tidak dengan pemaknaan pada masyarakat jawa pada umumya.
Untuk itu bagaimana kita memberikan pemahaman kepada masyarakat dan sekaligus
mengubah pola pikir mereka tentang tradisi tersebut, dengan memberikan atribut
keislaman pada upacara tedak siten tentunya akan membantu untuk mengubah pola
pikir masyarakat jawa pada umumya.
E.
Kesimpulan.
Upacara tedak siten akan
tetap ada manakala masyarakat peduli akan budaya dan tradisi yang ada. Selain
itu dengan menanamkan antribut keislaman pada upacara tedak siten, budaya ini
akan tetap ada karena adanya pola pikir did ala masyrakat tersebut.
Islam tidak
menghilangkan atau mengubah kebudayaan tetapi islam masuk dalam budaya dan
tradisi tersebut, oleh sebab ini mengapa agama islam bisa mudah diterima oleh
masyarakat.
F.
Penutup.
Demikianlah paper yang dapat penulis buat, apabila ada
kesalahan dalam penulisan penulis meminta maaf. Kritik dan saran sangatlah
penulis butuhkan, untuk perbaikan penulisan paper selanjutnya. Semoga paper
yang penulis buat dapat bermanfaat bagi kita semua, amien
informsi yang sangat menarik sekali
BalasHapusJakarta || Banten ||Lombok